Latar Belakang

 

Undang-Undang Cipta Kerja pertama kali dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 20 Oktober 2019 dan dilanjutkan dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) pada tanggal 19 Desember 2019, sampai pada draft Undang-Undang Cipta Kerja dikirimkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) oleh Presiden Joko Widodo pada Februari 2020 dan pada akhirnya dibahas dalam rapat paripurna oleh DPR pada tanggal 2 April 2020.

 

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja merupakan bentuk penyempurnaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui mekanisme partisipatif publik. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja dengan meningkatkan kemudahan dan kejelasan berusaha, meningkatkan investasi, melindungi dan memberdayakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), serta untuk mengisi kekosongan hukum di tengah ketidakpastian ekonomi global. Akan tetapi, Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H. selaku Ahli Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia beropini bahwa dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja menunjukkan bahwa pemerintah terutama Presiden tidak memiliki itikad baik untuk menaati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut, salah satu amarnya adalah “Memerintahkan kepada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.” Prosedur dikeluarkannya Perppu harus berlandaskan pada Pasal 22 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, yang berbunyi “Dalam keadaan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang.” Peraturan pemerintah kemudian harus disetujui oleh DPR di persidangan. Jika persetujuan tidak diperoleh, maka peraturan negara harus ditarik kembali. 

 

Tepatnya per tanggal 30 Desember 2022, pemerintah mengusulkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Kemudian, pada tanggal 21 Maret 2023, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui penetapan Perppu tersebut. Terdapat 2 fraksi yang menolak, yakni fraksi Demokrat dan fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Persetujuan tersebut diketok palu langsung oleh pimpinan sidang Puan Maharani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-19 masa persidangan IV tahun 2022-2023.

 

Sikap Kontra Terhadap Perppu CIpta Kerja?

 

Sebelum dibawa ke paripurna, fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Demokrat dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melakukan penolakan terhadap Perppu Cipta Kerja ini. Selain itu, banyak sekali pergolakan yang muncul dari sisi masyarakat, sebagai berikut:

 

1. Perppu Cipta Kerja dianggap melanggar Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 karena menjelaskan bahwa Presiden berhak menerbitkan Perppu apabila ada sesuatu keadaan yang genting sehingga harus dikeluarkannya Perppu tersebut. Namun, dalam hal ini tidak ada suatu hal yang termasuk kedalam indikator keadaan genting;

 

2. Pemerintah dianggap sangat tergesa-gesa dalam pembuatan Perppu Cipta Kerja, terbukti dengan adanya pasal yang sama persis termuat dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Seharusnya apabila terdapat beberapa poin yang tidak tepat dalam Perppu tersebut, perlu dilakukan perubahan dalam poin tersebut. 

 

Dampak Perppu Ciptaker Lama Yang Dapat Merugikan Masyarakat Umum: 

 

1. Pasal 88C dan 88D Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak menyebutkan klausul “indeks tertentu” dalam penetapan upah minimum;

 

2. Pasal 59 ayat (1) huruf b Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa  "Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.";

 

3. Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan istirahat panjang selama 2 bulan kepada pekerja/buruh dengan masa kerja lebih dari 6 tahun;

 

4. Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan ketentuan minimal uang pesangon.

 

Dampak Perppu Ciptaker Baru Yang Dapat Merugikan Masyarakat Umum: 

 

1. Pasal 88F Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjelaskan tentang klausul “indeks tertentu” yang dinilai semakin memuluskan upah murah dan terdapat pula pasal baru yang memperbolehkan pemerintah provinsi menetapkan upah minimum;

 

2. Pasal 81 ayat (15) Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan tentang perubahan atas Pasal 59 huruf (b) tidak menjelaskan maksimal dari perkiraan penyelesaian;

 

3. Pasal 79 ayat (5) Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak membahas mengenai teknis cuti panjang tersebut;

 

4. Pasal 156 Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak mencantumkan ketentuan minimal uang pesangon.

 

Keunggulan Peraturan Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja

 

1. Sebagai langkah untuk memperbaiki keadaan akibat ketidakstabilan global dengan menarik investor sehingga perekonomian Indonesia dapat bertumbuh;

 

2. Dengan adanya Perppu ini, maka akan memperluas lapangan pekerjaan agar mengurangi tingkat pengangguran masyarakat di Indonesia;

 

3. Dikeluarkannya Perppu ini sebagai antisipasi terhadap gejolak perekonomian dunia yang diprediksi resesi pada tahun 2023 ini dan peningkatan inflasi.

 

Langkah Yang Perlu Diperhatikan Pemerintah Sebelum Mengesahkan Perppu Ciptaker 

 

1. Seharusnya Presiden dan DPR lebih terbuka terhadap suara rakyat dan mempertimbangkan kembali bagaimana dampak dari Perppu tersebut kepada masyarakat sipil; 

 

2. Seharusnya dalam 2 tahun ini, Presiden dan DPR memperbaiki atau merevisi terlebih dahulu UU Cipta Kerja yang masih bersifat inkonstitusional bersyarat menurut Mahkamah Konstitusi; 

 

3. Mengikutsertakan masyarakat dalam proses perumusan undang-undang sehingga bisa dilakukannya persetujuan dari sisi masyarakat;

 

4. DPR memiliki fungsi dan wewenangnya dalam pengawasan seperti yang diamanatkan dalam Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945. Seharusnya DPR melakukan pengawasan dalam pembentukan Perppu Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja serta melakukan penyesuaian dengan kebutuhan yang saat ini sedang dibutuhkan oleh rakyat.

 

Kesimpulan

 

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional dan mendapatkan perintah perbaikan terhadap undang-undang melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dan waktu yang diberikan itu sangat cukup apabila pemerintah ingin memperbaikinya. Namun, bukannya memperbaiki pasal-pasal yang bermasalah, Presiden justru mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan tujuan mengisi kekosongan hukum di tengah ketidakstabilan ekonomi dan segera disahkan menjadi undang-undang oleh DPR. Pengesahan Undang-Undang yang dilakukan tanpa melibatkan rakyat ini telah menunjukkan betapa lalainya Pemerintah Indonesia. Berkaca dari banyaknya aksi penolakan dari publik, seharusnya pemerintah juga melibatkan rakyat, menerima opini lain, juga menimbang dampak buruk yang dapat terjadi jika Perppu tersebut disahkan. SUDAH TAU ISINYA MASIH SAMA, KOK MASIH DIBUAT PERPPU?

 

REFERENSI

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230321104533-32-927642/perppu-cipta-kerja-resmi-disahkan-jadi-undang-undang

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18845https://betahita.id/news/detail/8329/perppu-cipta-kerja-dianggap%20mengancam-masyarakat-adat-dan-hutan-.html?v=1673060578

https://www.kompas.id/baca/riset/2023/01/30/dari-undang-undang-jadi-perppu

https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/725035/perppu-cipta-kerja-bentuk-mitigasi-dampak-perekonomian-global

https://radarsampit.jawapos.com/opini/30/01/2023/perppu-cipta-kerja-perkuat-daya-saing-ekonomi-indonesia/

https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/uu-cipta-kerja-antisipasi-dampak-kerentanan-perekonomian-global

Perppu cipta kerja 

PUBLIK PROTES, PEMERINTAH NGEYEL