merAWAT TOLERANSI DALAM BINGKAI KEBERAGAMAN

16 November 1995, Majelis Umum PBB mencetuskan deklarasi bahwa mulai tanggal 16 November 1996 ditetapkan sebagai Hari Toleransi Internasional. Bersama dengan negara-negara anggota UNESCO, mengadopsi deklarasi prinsip-prinsip tentang toleransi yang menjelaskan bahwa toleransi merupakan cara untuk menghindari ketidakpedulian. Lantas apa yang sebenarnya dimaksud dengan toleransi? Apa yang menjadi alasan PBB mencetuskan Hari Toleransi Internasional? Apakah semata-mata mencetuskan deklarasi tanpa alasan?

 

Oleh sebab itu, kami (BEM Untar) membuat kajian mengenai Hari Toleransi demi memberi pengertian dan meningkatkan kesadaran pembaca akan pentingnya kehidupkan dengan menjunjung kerukunan dan kesatuan.

 

“Tolerance is respect, acceptance and appreciation of the rich diversity of our world's cultures, our forms of expression and ways of being human."

- Declaration of Principles on Tolerance

 

Latar Belakang

Menurut Tillman, toleransi adalah saling menghargai menuju pengertian dengan tujuan kedamaian. Toleransi disebut sebagai faktor esensi untuk perdamaian (Tillman, 2004:95). Disimpulkan bahwa toleransi berarti sifat dan sikap menghargai.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk sosial tidak akan terlepas dari interaksi sosial yang terjalin dengan orang lain. Interaksi yang baik tentunya membutuhkan keharmonisan. Salah satu cara mewujudkan keharmonisan dan kerukunan itu adalah dengan mewujudkan sikap toleransi. Namun, masih ada kurangnya perwujudan sikap toleransi ini.

Kurangnya kesadaran akan sikap toleransi mengakibatkan banyaknya kasus ketidakadilan, kekerasan, diskriminasi, dan marginalisasi di berbagai negara. Padahal, keberagaman suku, budaya, etnis, agama, dan sebagainya merupakan kekayaan dan keunikan yang diciptakan untuk saling melengkapi dan bukanlah alasan untuk menimbulkan konflik.

Untuk itu, deklarasi yang dicetuskan PBB pada 16 November 1995 itu dibuat sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi terhadap beragam bentuk budaya di dunia. PBB menjelaskan, peringatan hari toleransi internasional adalah kesempatan untuk mengedukasi publik tentang masalah-masalah yang menjadi perhatian dan untuk merayakan dan memperkuat pencapaian kemanusiaan.

 

Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi

Dalam sidang UNESCO ke-28 pada 25 Oktober-16 November 1995 di Paris, negara-negara UNESCO menegaskan bahwa toleransi bukan sekedar prinsip bernilai, tapi merupakan syarat penting bagi perdamaian, pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial semua bangsa. Dalam sidang itu, mereka menyusun prinsip-prinsip toleransi, yaitu sebagai berikut:

 

Pasal 1 - Makna toleransi

1.1 Toleransi adalah rasa hormat, penerimaan dan apresiasi terhadap keragaman budaya dunia kita, berbagai bentuk ekspresi diri dan cara-cara menjadi manusia. Hal ini didorong oleh pengetahuan, keterbukaan, komunikasi, dan kebebasan berpikir, hati nurani dan keyakinan. Toleransi adalah kerukunan dalam perbedaan. Hal ini tidak hanya kewajiban moral, juga merupakan persyaratan politik dan hukum. Toleransi, kebaikan yang membuat perdamaian jadi mungkin,  yang menyumbang penggantian budaya perang dengan budaya perdamaian.

1.2 Toleransi bukanlah konsesi, merendahkan ataupun kesenangan. Toleransi, di atas segalanya, adalah sikap aktif dalam  pengakuan atas hak asasi manusia universal dan kebebasan dasar orang lain. Dalam keadaan apapun toleransi tidak bisa digunakan untuk membenarkan pelanggaran nilai-nilai fundamental tsb. Toleransi harus dilaksanakan oleh individu, kelompok dan negara,

1.3 Toleransi adalah tanggungjawab yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, pluralisme (termasuk pluralisme budaya), demokrasi dan supremasi hukum. Ini melibatkan penolakan dogmatisme dan absolutisme dan menegaskan standar yang ditetapkan dalam instrumen hak asasi manusia internasional.

1.4 Konsisten dengan menghormati hak asasi manusia, praktik toleransi tidak berarti toleransi terhadap ketidakadilan sosial atau pengabaian atau pelemahan keyakinan seseorang. Ini berarti bahwa seseorang bebas untuk mengikuti keyakinan pribadinya dan menerima bahwa orang lain (juga bebas) mematuhi keyakinan mereka. Ini berarti menerima kenyataan bahwa manusia, yang secara alami beragam dalam penampilan mereka, situasi, ucapan, perilaku dan nilai-nilai mereka, memiliki hak untuk hidup dalam damai dan untuk menjadi sebagaimana adanya. Ini juga berarti bahwa pandangan seseorang tidak boleh dipaksakan kepada orang lain.

 

Pasal 2 - Tingkat Negara

2.1 Toleransi pada tingkat negara membutuhkan undang-undang, penegakan hukum, dan proses peradilan dan administratif yang adil dan tidak memihak. Hal ini juga mensyaratkan bahwa peluang ekonomi dan sosial harus dibuat tersedia bagi setiap orang tanpa diskriminasi. Pengucilan dan marginalisasi dapat menyebabkan frustasi, permusuhan dan fanatisme.

2.2 Dalam rangka mencapai masyarakat yang lebih toleran, negara harus meratifikasi konvensi Hak Asasi Manusia internasional yang ada, dan rancangan undang-undang baru di mana diperlukan untuk menjamin persamaan perlakuan dan kesempatan bagi semua kelompok dan individu dalam masyarakat

2.3 Hal ini penting untuk harmoni internasional bahwa individu, masyarakat dan bangsa menerima dan menghormati karakter multikultural dari keluarga manusia. Tanpa toleransi tidak mungkin ada kedamaian, dan tanpa damai tidak ada perkembangan atau demokrasi.

2.4 Intoleransi dapat mengambil bentuk marginalisasi kelompok rentan dan eksklusi mereka dari partisipasi sosial dan politik,sebagaimana juga kekerasan dan diskriminasi terhadap mereka. Seperti ditegaskan dalam Deklarasi tentang Ras dan Prasangka Ras, 'Semua individu dan kelompok memiliki hak untuk berbeda' (Pasal 1.2).

 

Pasal 3 - Dimensi Sosial

3.1 Dalam dunia modern, toleransi jauh lebih penting daripada sebelumnya. Ini adalah era yang ditandai dengan globalisasi ekonomi dan percepatan peningkatan pada mobilitas, komunikasi, integrasi dan saling ketergantungan, migrasi besar-besaran dan perpindahan penduduk, urbanisasi dan perubahan pola sosial. Karena setiap bagian dari dunia ini ditandai dengan keragaman, peningkatan intoleransi dan perselisihan akan berpotensi menjadi ancaman untuk setiap daerah.Hal ini tidak terbatas pada negara manapun, tetapi ini adalah ancaman global.

3.2 Toleransi mutlak diperlukan antar individu dan pada tingkat keluarga dan masyarakat. Promosi toleransi dan pembentukan sikap keterbukaan, saling mendengarkan dan solidaritas harus dilakukan di sekolah-sekolah dan universitas dan melalui pendidikan non-formal, dirumah dan di tempat kerja. Media komunikasi berada dalam posisi untuk memainkan peran konstruktif dalam memfasilitasi dialog yang bebas dan terbuka dan diskusi, menyebarluaskan nilai-nilai toleransi, dan menyoroti bahaya ketidakpedulian terhadap kenaikan kelompok-kelompok intoleran dan ideologi.

3.3 Seperti ditegaskan oleh Deklarasi UNESCO tentang Ras dan Prasangka Ras, langkah-langkah harus diambil untuk menjamin kesetaraan dalam martabat dan hak-hak bagi individu dan kelompok dimanapun diperlukan. Dalam hal ini, perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok rentan yang secara sosial atau ekonomi kurang beruntung sehingga memampukan mereka dengan perlindungan hukum dan tindakan sosial yang berlaku, khususnya terkait dengan perumahan, pekerjaan dan kesehatan,untuk menghormati keaslian budaya dan nilai-nilai mereka, dan untuk memfasilitasi kemajuan sosial dan pekerjaan mereka dan integrasi, terutama melalui pendidikan.

3.4 Studi ilmiah yang tepat dan pembentukan jaringan harus dilakukan untuk mengkoordinasikan respon masyarakat internasional terhadap tantangan global ini, termasuk analisis ilmu-ilmu sosial berkenaan dengan akar penyebab dan penanggulangan efektifnya, serta penelitian dan pemantauan dalam mendukung pembuatan kebijakan dan standar penetapan aksi (tindakan) oleh Negara-negara Anggota.

 

Pasal 4 - Pendidikan

4.1 Pendidikan adalah sarana yang paling efektif untuk mencegah intoleransi. Langkah pertama dalam pendidikan toleransi adalah untuk mengajarkan orang tentang apa yang menjadi hak bersama mereka dan makna kebebasan, sehingga hak-hak tersebut dapat dihormati, dan untuk mendorong keinginan untuk melindungi (hak-hak) orang lain.

4.2 Pendidikan toleransi harus dianggap sebagai keharusan yang mendesak, itu sebabnya perlu untuk mempromosikan metode pengajaran toleransi yang sistematis dan rasional yang akan membahas sumber-sumber budaya, sosial, ekonomi, politik dan agama yang merupakan akar intoleransi --akar utama kekerasan dan pengucilan. Kebijakan dan program pendidikan harus memberikan kontribusi untuk pengembangan pemahaman, solidaritas dan toleransi antar individu maupun antar kelompok etnis, sosial, budaya, agama dan bahasa dan bangsa.

4.3 Pendidikan toleransi harus bertujuan melawan pengaruh-pengaruh yang menyebabkan rasa takut dan pengucilan pihak lain, dan harus membantu orang muda untuk mengembangkan kapasitas untuk melakukan penilaian independen, berpikir kritis dan penalaran etis.

4.4 Kami berjanji untuk mendukung dan melaksanakan program-program penelitian ilmu sosial dan pendidikan toleransi, hak asasi manusia dan non-kekerasan. Ini berarti mencurahkan perhatian khusus untuk meningkatkan pelatihan guru, kurikulum, isi buku teks dan pelajaran, dan materi pendidikan lainnya termasuk teknologi pendidikan baru, dengan maksud untuk mendidik warga yang peduli dan bertanggung jawab, yang  terbuka (dan kritis,pent) terhadap budaya lain, mampu menghargai nilai kebebasan, menghormati martabat (kemuliaan) manusia dan keragaman, serta mampu mencegah konflik atau mengatasinya dengan cara non-kekerasan.

 

Pasal 5 - Komitmen untuk Bertindak

Kami berkomitmen untuk mendukung toleransi dan anti kekerasan melalui program dan lembaga di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya dan komunikasi.

 

Pasal 6 - Hari Peringatan Internasional untuk Toleransi

Dalam rangka untuk menghasilkan kesadaran publik, menekankan bahaya intoleransi dan bereaksi dengan komitmen dan tindakan yg diperbarui dalam mendukung promosi toleransi dan pendidikan, kami dengan ini menyatakan tanggal 16 November sebagai Hari Internasional tahunan untuk Toleransi.

 

Pentingnya Bertoleransi

Dalam menjalin kehidupan sosial, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam dinamika kehidupan akan ada suatu gesekan yang terjadi antar kelompok masyarakat. Baik yang berkaitan dengan agama atau juga suku. Dalam rangka menjalin persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, maka akan diperlukan sikap saling menghormati dan juga melindungi sehingga tidak terjadi gesekan – gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dan juga peperangan.

Tujuan sikap toleransi ini akan mencegah terjadinya diskriminasi. Bentuk sosial yang akan menjaga keutuhan persaudaraan, tanpa memandang perbedaan. Sikap toleransi juga membawa kebaikan dan memberi manfaat besar dalam kehidupan bersosial. Berikut adalah manfaat toleransi:

a. Menguatkan Tali Persaudaraan

Melalui toleransi, setiap orang akan menghargai perbedaan budaya yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Melahirkan kasih dan sayang terhadap setiap perbedaan tersebut. Sehingga terpupuklah persaudaraan sebangsa dan setanah air. Serta terhindar dari perpecahan di setiap kelompok.

b. Menumbuhkan dan Menguatkan Rasa Nasionalisme

Manfaat toleransi adalah mampu menumbuhkan dan menguatkan rasa nasionalisme seseorang. Hal ini sebab rasa cinta yang tinggi terhadap Tanah Air. Hingga menyadarkan diri bahwa Indonesia sebagai negara majemuk yang punya banyak perbedaan budaya yang harus dilestarikan.

c. Melancarkan Pembangunan Negara

Melalui toleransi, maka pembangunan negara menjadi lebih cepat maju. Karena semua warga negara memiliki perspektif serupa mengenai perbedaan. Kehidupan bernegara menjadi lebih mudah dijalankan, melalui musyawarah yang lancar.

d. Menciptakan Keharmonisan dan Kedamaian

Berawal dari toleransi hingga menghasilkan bentuk menghargai pendapat orang lain. Bentuk menghargai pendapat itulah yang melahirkan kedamaian dan terjaganya keharmonisan.

e. Meningkatkan Kekuatan Iman

Setiap agama mengajarkan kebaikan. Melalui sikap toleransi, setiap orang akan menghargai agama lain saat beribadah. Posisi tersebut menjadi salah satu yang bisa menguji diri sendiri, seberapa kuat iman ini saat berhubungan dengan orang lain yang berbeda agama.

 

Toleransi di Indonesia

Toleransi di Indonesia telah diatur dalam UUD NRI 1945 yang mana pada pasal 28J, yang menyatakan:

  1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Dengan pengakuan dan menghormati hak asasi manusia untuk menjalankan hak dan kebebasannya, dalam hal ini berarti toleransi di Indonesia telah tercipta. Karena menurut Poerwadarminta, esensi dari sebuah toleransi adalah menghargai, membolehkan, membiarkan pendirian, pendapat, pandangan kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang bertentangan dengan pendirinya sendiri.

Pentingnya toleransi di Indonesia pun telah dikatakan oleh Guru Besar FISIP UI, Amir Santoso yang menyatakan bahwa konflik dalam masyarakat disebabkan oleh banyak hal dan salah satu sebabnya adalah rendahnya toleransi antar individu dan antar kelompok. Ketika seseorang atau suatu kelompok lebih mementingkan egonya dan tidak bersedia memahami perasaan dan kepentingan pihak lain, maka disitulah terjadi konflik.

Di Indonesia sendiri, sebagian masyarakat mampu saling menghargai agama, kepercayaan, dan adat istiadat masing-masing. Hal ini dapat menciptakan hidup harmonis dan tanpa saling mengganggu. Namun, masih banyak juga kasus intoleransi yang sering terjadi. Tentu saja sikap saling toleransi di Indonesia saat ini harus terus ditingkatkan sebab kelangsungan hidup Indonesia sangat bergantung pada ada tidaknya toleransi tersebut. Mengingat bahwa Indonesia yang mana sesuai dengan semboyan kita “Bhinneka Tunggal Ika”, maka toleransi perlu diutamakan dan dijaga.

 

Berikut adalah salah satu contoh umat beragama yang menjalin relasi baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kejadian ini berada di Gereja Kristen Jawa Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah, Serengan, Kota Solo. Kedua bangunan tersebut berdampingan serta memiliki alamat yang sama. Yaitu di Jl Gatot Subroto No 222, Solo. Toleransi yang terjadi, misalkan pada saat pelaksanaan Idul Fitri yang jatuh pada hari minggu. Pengelola Gereja langsung menelpon pengurus Masjid untuk menanyakan soal kepastian perayaan Idul Fitri. Kemudian pengurus Gereja merubah jadwal ibadah paginya pada minggu siang hari, agar tidak mengganggu umat Islam yang sedang menjalankan Shalat Idul Fitri. Begitu juga sebaliknya. Hal ini menjadi contoh kecil toleransi antar umat beragama yang hingga saat ini terus dipelihara. Saling menghargai dan memberikan kesempatan untuk menjalankan ibadah dengan khusyuk bagi masing-masing pemeluknya (Sriwati, 2015).

 

Isu Intoleransi di Indonesia

Indonesia adalah negara yang beraneka ragam agama dan budayanya. Indonesia pun dinilai sebagai negara yang menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama. Namun, pada kenyataannya, intoleran masih sangat memprihatinkan di Tanah Air. Intoleransi yang terjadi di Indonesia umumnya terjadi dikarenakan perbedaan agama dan keyakinan sehingga kasus intoleransi di Indonesia terjadi atas nama agama. Berikut adalah kasus-kasus intoleransi:

a. Pastor gereja di Medan nyaris jadi korban bom bunuh diri saat pimpin misa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada 2016, seorang pastor berusia 60 tahun bernama Albert Pandiangan nyaris menjadi korban bom bunuh diri saat tengah memimpin misa.  Ia diserang oleh seorang pemuda berusia 18 tahun. Pemuda itu ikut duduk dan berpura-pura menjadi jemaat. Ia lalu langsung mendekati sang Pastor dengan membawa sebilah pisau dan bom rakitan di dalam tasnya. Tetapi, belum tiba di depan altar, muncul percikan api dari tas ranselnya. Tas itu kemudian ikut terbakar. Melihat gelagat remaja yang mencurigakan, Albert berlari dan menghindar. Tetapi, pelaku tetap mengejar Pastor Albert sehingga membuat jemaat heboh dan berhamburan berlari ke luar gereja. Di dalam tas ransel pelaku, selain ditemukan bom yang gagal meledak, polisi turut menemukan kertas yang digambar mirip dengan bendera ISIS. 

 

b. Teror Simpatisan ISIS di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aksi teror yang dilakukan oleh simpatisan ISIS di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda Kalimantan Timur pada 2016. Seorang pria meledakkan bom rakitan di halaman gereja ketika jemaat melakukan kebaktian. Seorang balita usia dua tahun bernama Intan Olivia Marbun meninggal akibat luka bakar yang sangat parah. Sementara tiga anak lainnya mengalami luka yang tak kalah serius. Padahal sebelum peristiwa nahas ini terjadi, anak-anak tersebut tengah bersuka cita bermain di halaman gereja.

 

c. Kelompok intoleran yang mengatasnamakan agama Islam, memulai aksi dengan melakukan pengrusakan gereja di beberapa daerah di Jawa Timur pada tahun 1996

Akhir Mei 1998, ada 145 gereja di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Tangerang, Yogyakarta, Lampung, Madura dan Banjarmasin yang mengalami pengrusakan akibat kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok intoleran tersebut. Gerakan intoleransi ini tidak berakhir pada pengrusakan gereja saja, bahkan menutup gereja-gereja tersebut dan menyebabkan sejumlah umat Kristen di lingkungan gereja tersebut kehilangan hak mereka untuk beribadah. Jumlah pengrusakan dan penutupan gereja bahkan meningkat pesat di era reformasi.

Hingga tahun 2015, tercatat sedikitnya 641 gereja di Indonesia yang dirusak dan ditutup. Akibatnya umat anggota gereja tersebut tidak dapat beribadah atau terpaksa melakukan ibadah mereka dengan cara sembunyi-sembunyi. Jumlah ini, di luar jumlah pengrusakan tempat ibadah yang terjadi pada saat konflik Poso dan konflik Ambon selama tahun 1998-2002. Tercatat 192 gereja dan 28 masjid yang rusak pada saat terjadinya konflik tersebut. (Kampschulte, 2001; Damanik, 2003; Pieris, 2004, Lay 2009).

 

d. Kasus intoleransi politik di Bali, mengenai penolakan terhadap wisata syariah di Bali.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Salah satu kelompok yang menolak adanya wisata syariah di Bali adalah Aliansi Hindu Muda Jembrana. Alasan penolakan tersebut adalah tidak cocoknya wisata syariah dikembangkan di Bali karena tidak sesuai dengan kearifan lokal setempat, di mana mayoritas penduduk Bali adalah agama Hindu. Wisata syariah ini, menurut Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Bali. Dadang Hermawan (dalam Republika, 2015). Menjadi potensi besar jika diadakan di Bali, karena wilayah ini menjadi pusat pariwisata Indonesia.

Ia berharap agar para wisatawan dapat mengakses keuangan syariah serta menggarap potensi pasar pariwisata syariah di Bali. Ia juga mengatakan bahwa banyak negara yang bersemangat dengan pasar wisata syariah, seperti Thailand dan Korea.

Clarke, Powell, dan Savulescu (2013) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan intoleransi politik adalah fundamentalisme agama. Mereka menyebutkan bahwa banyak literatur sosial yang menunjukkan hubungan yang konsisten, besar, dan umumnya negatif antara komponen fundamentalisme agama dan tingkat intoleransi politik.

Pelanggaran-pelanggaran intoleransi di Indonesia pada umumnya masih didominasi kasus perbedaan agama dan keyakinan, misalnya kasus penolakan dan penghentian rumah ibadah, pembubaran kegiatan keagamaan. Melihat hal tersebut, toleransi merupakan kunci dalam isu-isu tersebut. Masyarakat harus bisa lebih terbuka untuk menerima sebuah perbedaan. Toleransi dengan upaya saling pengertian dan kerja sama memberikan jalan bagi masyarakat untuk menengahi konflik secara damai. Dengan begitu, toleransi bisa bermakna sebagai pengakuan, tidak hanya keterbukaan.

Sikap intoleransi harus segera diakhiri. Dengan menanamkan sikap toleransi di masyarakat dapat membentuk warga negara yang dapat mewujudkan suatu keadaban bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Bagaimana Intoleransi Dapat Diatasi?

Melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi, kasus intoleransi yang terjadi ini berpotensi mengancam persatuan bangsa dan negara kita. Untuk itu, diperlukannya kesadaran masyarakat dalam menyadari betapa pentingnya kehidupan yang harmonis dengan saling toleransi.

Menurut sebuah artikel dari laman Tolerance Day United Nations, ada beberapa cara untuk mewujudkan toleransi, yaitu sebagai berikut :

  • Hukum: Pemerintah bertanggung jawab untuk menegakkan hukum hak asasi manusia, untuk melarang dan menghukum kejahatan kebencian dan diskriminasi dan untuk memastikan akses yang sama ke penyelesaian sengketa.
  • Pendidikan: Hukum diperlukan tetapi tidak cukup untuk melawan intoleransi, penekanan yang lebih besar perlu ditempatkan pada pendidikan yang lebih banyak dan lebih baik.
  • Akses informasi: Cara paling efisien untuk membatasi pengaruh para pelaku kebencian adalah dengan mempromosikan kebebasan pers dan pluralisme pers, agar publik dapat membedakan antara fakta dan opini.
  • Kesadaran individu: Intoleransi melahirkan intoleransi. Untuk melawan intoleransi, individu harus menyadari hubungan antara perilaku mereka dan lingkaran setan ketidakpercayaan dan kekerasan dalam masyarakat.
  • Solusi lokal: Ketika dihadapkan pada eskalasi intoleransi di sekitar kita, kita tidak boleh menunggu pemerintah dan institusi bertindak sendiri. Kita semua adalah bagian dari solusi.

 

Kesimpulan

Intoleransi yang masih terjadi dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan terjadinya ancaman terhadap bangsa dan negara kita. Untuk itu, intoleransi harus diatasi demi menjaga keharmonisan dan persatuan bangsa ini. Hal ini bisa dilakukan dengan menegakkan Hak Asasi Manusia, mengajarkan pendidikan tentang toleransi, dan menumbuhkan kesadaran individu bahwa intoleransi harus dihapuskan.

 

 

Referensi

 

Clarke, S., Powell, R., & Savulescu, J. (2013). Religion, Intolerance and Conflict: A Scientific and Conceptual

       Investigation. Oxford: Oxford University Press.

 

Kampschulte, Theodor. Situasi HAM di Indonesia: Kebebasan Beragama dan Aksi Kekerasan, Internationales

       Katholicsches Missioswerk e.v Fachstelle Menschenrechte, 2001

 

Muawanah. “Pentingnya Pendiidkan untuk Tanamkan Sikap Toleran di Masyarakat”, Jurnal Vijjacariya, Volume 5

       Nomor 1, Tahun 2018.

 

Republika. (2015). Usul Desa Wisata Syariah di Bali, Ketua MES Minta Maaf. Diunduh dari 

     http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/11/26/nyevkg334-usul-desa-wisata-syariah-di-bali-ketua-

     mes-minta-maaf.

 

Sriwati.2015.Toleransi Antar Umat Beragama. http://www.markijar.com/2015/11/toleransi-antar-umat-beragama-

       lengkap.html. (23 Juni 2019).

 

https://m.merdeka.com/trending/toleransi-adalah-bentuk-menghargai-ketahui-pengertian-jenis-dan-manfaat.html?page=all

 

https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/16/144348365/16-november-hari-toleransi-internasional-bagaimana-sejarahnya?page=all#:~:text=Hari%20Toleransi%20Internasional%20diperingati%20setiap%20tahun%20pada%2016%20November.

 

https://www.liputan6.com/health/read/3164843/awal-mula-tercetusnya-hari-toleransi-internasional

 

https://www.un.org/en/observances/tolerance-day