Yang sudah terjadi mengenai pengesahan RKUHP
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah disahkan pada hari Selasa, 6 Desember 2022 setelah 16 tahun proses pembentukan dan pembenaran. RUU KUHP ini terdiri dari 632 pasal dan 37 bab yang secara resmi akan diberlakukan pada tahun 2025. Kebijakan hukum pidana terbaru ini akan menggantikan KUHP warisan kolonialisme Belanda di Indonesia yang sebelumnya kita gunakan. Dalam pidana pokok, RUU KUHP tidak hanya mengatur pidana penjara dan denda saja, tetapi ditambahkan pidana tutupan, pidana pengawasan, serta pidana kerja sosial. Tujuan dilakukannya pengesahan RUU KUHP menjadi awal perubahan penyelenggaraan pidana di Indonesia melalui perluasan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana. Bapak Yasonna Laoly menjelaskan terdapat tiga pidana yang diatur, yaitu pidana pokok, pidana tambahan dan pidana bersifat khusus, tetapi beberapa aliansi mulai dari jurnalis, advokat hukum, aktivis HAM bahkan mahasiswa melihat bahwa materi dalam draf RKUHP kontroversial dan memuat pasal-pasal bermasalah.
Bapak Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) mengakui penyusunan RUU KUHP tidak terlalu mulus. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial, antara lain pasal penghinaan presiden, pidana santet dan vandalisme hingga penyebaran ajaran komunis. Selain itu, pidana penjara juga direvisi dengan pedoman yang berisikan keadaan tertentu agar dapat ditindak pidana terhadap pelaku. Keadaan yang dimaksud antara lain jika terdakwa adalah anak, berusia di atas 75 tahun, baru pertama kali melakukan tindak pidana dan keadaan lainnya.
Reaksi Masyarakat mengenai RKUHP
Dengan disahkannya RKUHP ini, banyak sekali masyarakat yang heboh dan menentang atas persetujuannya ini karena beberapa pasal dianggap problematik dan kontroversial. Diadakan aksi protes dari Aliansi Reformasi KUHP untuk menolak pengesahan RKUHP di depan Gedung DPR RI di hari yang sama. Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Bapak Abdul Fickar Hadjar menuturkan sejumlah pasal yang bermasalah dalam RKUHP di antaranya tentang makar, persetubuhan di luar perkawinan hingga penghinaan kepada presiden, sementara dalam pasal penghinaan kepada presiden menurutnya tidak relevan dalam kehidupan masyarakat demokratis.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Bapak Feri Amsari, mengatakan bahwa proses pembentukan dan pembahasan RKUHP disebut tidak kompeten karena tidak menjalankan proses partisipasi yang bermakna dengan melibatkan masyarakat. Bapak Feri merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91 Tahun 2020 terkait Undang-Undang Cipta Kerja, halaman 393, yang menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat yang dinilai bermakna setidaknya memenuhi tiga prasyarat, yaitu hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai sikap pemerintah telah melanggar ketentuan Undang-Undang tentang keterbukaan informasi publik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, juga berpendapat bahwa sistem politik kekuasaannya berada ditangan pemimpin yang tidak bertanggung jawab terhadap rakyatnya.
Pada sidang paripurna pengesahan RKUHP tersebut, anggota Komisi VIII DPR RI, Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis mengatakan akan mengajukan beberapa pasal ke Mahkamah Konstitusi (MK) misalnya, mengenai Pasal 240, Iskan meminta agar pasal ini dapat dicabut karena menurut ia pasal tersebut nantinya akan dapat membuat negara Indonesia yang sebelumnya merupakan negara demokrasi menjadi negara monarki. Selain itu, ia juga menilai bahwa di masa depan Pasal 240 dan Pasal 218 tersebut nantinya akan dipakai oleh para pemimpin dimasa depan untuk mengambil hak-hak masyarakat ketika sedang ingin menyampaikan pendapatnya.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP telah mengeluarkan panduan yang berjudul “RKUHP: Panduan Mudah #TibaTibaDiPENJARA" sebagai bentuk penolakan terhadap 48 pasal dalam draf RKUHP yang dinilai bermasalah pada Kamis, 1 Desember 2022 di acara Kamisan yang turut dihadiri oleh sejumlah elemen masyarakat sipil, di antaranya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Perwakilan aliansi masyarakat sipil tersebut secara bergantian mendeklarasikan beberapa pasal dinilai bermasalah, salah satu pasal yang dinilai bermasalah adalah Pasal 256 mengenai penyelenggaraan pawai, unjuk rasa atau demonstrasi.
Alasan reaksi penolakan masyarakat
RKUHP yang telah disahkan dinilai mengancam HAM Indonesia, suara rakyat, kebebasan pers dan kebebasan berekspresi seluruh masyarakat. Berikut adalah beberapa pasal yang dinilai masyarakat masih bermasalah dan dapat mengkriminalisasi, menurut naskah RKUHP terbaru per 30 November 2022:
Apa yang Seharusnya Dilakukan oleh Pemerintah?
Banyaknya reaksi penolakan dari berbagai aliansi dan masyarakat seharusnya mampu membuat pemerintah untuk memberikan respon kepada masyarakat yang menilai bahwa pengesahan RKUHP dilakukan secara paksa dan memberikan penerangan kepada masyarakat alasan pengesahan harus dilakukan, namun tidak adanya tanggapan dari pemerintah terhadap opini-opini atau keresahan masyarakat tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak mendengarkan suara rakyatnya sendiri. Pemerintah dapat menunjukan responnya dengan cara mengadakan pers untuk menjelaskan pasal-pasal yang dipandang bermasalah atau membuat tempat untuk berdiskusi dan menjelaskan pasal-pasal tersebut. Dengan seperti itu, pemerintah menunjukan bahwa mereka mendengar dan mempedulikan keresahan rakyatnya. Janganlah pemerintah mengacuhkan kami para rakyat karena tanpa adanya rakyat tidak akan adanya negara.
INGAT! KEDAULATAN TERTINGGI ADA PADA TANGAN RAKYAT!
REFERENSI
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221206103404-32-883391/rkuhp-resmi-disahkan-jadi-uu-dalam-paripurna-dpr
https://kalbar.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/6252-ruu-kuhp-disahkan-menjadi-undang-undang
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190918211445-12-431761/pakar-pidana-rkuhp-bentuk-arogansi-politikus
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cv2qj19zp28o
https://nasional.tempo.co/read/1664521/pasal-demonstrasi-di-rkuhp-jadi-sorotan-anggota-dpr-sebut-perlu-sosialisasi-ke-penegak-hukum
https://betahita.id/news/detail/8220/anggap-demokrasi-mati-masyarakat-gelar-tabur-bunga-tolak-rkuhp.html?v=1670314742
https://peraturan.go.id/site/ruu-kuhp.html